BANDA ACEH – Mantan menteri koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman RI, Dr Rizal Ramli berkunjung ke Aceh, Selasa (16/4) dan melakukan pertemuan di dua tempat, yaitu di Universitas Muhammadiyah Aceh(Unmuha) dan Kantor Harian Serambi Indonesia.

Dalam kedua pertemuan itu, Rizal mengkritisi penggunaan dana otonomi daerah (otsus) Aceh. “Orang Aceh berani mengambil risiko, cerdas, dibantu dana otsus lumayan gede, kok nggak jadi apa-apa?” katanya saat menjadi pembicara kunci (keynote speaker) pada Kuliah Umum Refleksi 10 Tahun Dana Otsus di Kampus Unmuha, Banda Aceh.

Dalam kuliah umum yang dimoderatori Zulkifli Umar SE MSi Ak CA itu juga menghadirkan dua pembicara lainnya, yaitu Muslahuddin Daud, penerima award MNCTV Pahlawan Indonesia Kategori Pertanian dan Dr Aliamin SE MSi Ak CA selaku Wakil Rektor I Unmuha Aceh.

Mantan kepala Bulog era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini mengaku sedih dengan kondisi Aceh karena tak mampu bangkit ketika uang melimpah. “Saya bingung lihat dari luar, Aceh dengan masyarakatnya yang dikenal berani dan daerahnya subur, dikasih uang banyak kok nggak jadi apa-apa?” ujar Rizal heran.

Pernyataan hampir sama juga ia sampaikan saat bersilaturahmi ke Kantor Redaksi Harian Serambi Indonesia. Kedatangan Rizal Ramli yang didampingi Muslahuddin Daud dan rombongan disambut Pemimpin Umum Harian Serambi Indonesia, H Sjamsul Kahar, Pemimpin Perusahaan, Mohd Din, dan Sekretaris Redaksi, Bukhari M Ali.

Wajar jika Rizal Ramli merasa sedih dan bingung terhadap Aceh, sebab sejak 2008 hingga 2018 Pemerintah Aceh sudah menerima alokasi dana otsus dari pusat sekitar Rp 65 triliun. Dari total dana tersebut hingga kini belum terlihat pembangunan kesejahteraan yang monumental di Aceh.

Jika dilihat dari indeks kemiskinan, Aceh menempati nomor urut pertama sebagai provinsi termiskin di Sumatera dan nomor enam secara rasio nasional. “Saya nyaris nggak percaya, nggak bisa terima saya, karena ini daerah subur sekali. Jangan-jangan dana otsus habis di elitenya saja,” katanya menduga.

Bahkan, pertumbuhan ekonomi Aceh hanya tumbuh 4,2 persen atau di bawah nasional yang menargetkan 5,4 persen. Seharusnya, ulas Rizal, dengan melimpahnya uang ditambah kekayaan alam yang besar, laju pertumbuhan ekonomi Aceh bisa melebihi target nasional.

“Jika kondisinya seperti ini, saya juga merasa tidak aneh jika pengangguran banyak, industri pabrik kertas tutup, dan tidak ada pabrik baru. Sudah saatnya kita mawas diri dan merefleksi diri. Aceh kaya akan hasil alamnya, harus dipikirkan bagaimana supaya Aceh bisa berkembang,” ujar ekonom senior ini.

Menurutnya, dana otsus itu penting bagi Aceh, tapi sayangnya selama ini proses penggunaannya tidak transparan dan tidak tepat sasaran. Karena itu, dia berharap masyarakat Aceh minta kepada pemerintah untuk mengumumkan penggunaan dana otsus di media cetak agar masyarakat bisa mengawasinya.

“Kami minta masyarakat di Aceh minta pemerintah untuk umumkan dana otsus di media melalui iklan. Untuk apa saja, proyek apa saja, yang tanggung jawab siapa, koordinator siapa, manfaatnya apa. Jadi yang mengawasi itu tidak hanya anggota DPR, karena anggota DPR sering patgulipat yang ngawasin itu kalangan universitas, kalangan LSM, dan masyarakat. Mari kita mulai transparan mengelola pemerintah. Saya percaya Aceh bisa tumbuh lebih pesat lagi,” ucapnya optimis.

Saat bertandang ke Kantor Harian Serambi Indonesia, Rizal Ramli juga banyak berbicara tentang ekonomi Aceh, pertanian Aceh, hingga keinginannya untuk maju sebagai calon Presiden RI pada Pilpres 2019.

Rizal mengatakan, kemajuan Aceh bisa dicapai jika sektor pertanian dan perikanan dikelola dengan serius. “Aceh kalau dikembangkan benar-benar pertaniannya bisa menjadi pangan nasional, baik hortikultura, rempah-rempah, gula, apalagi Aceh ada pabrik gula di Cot Girek (Aceh Utara), tapi (sayangnya) sudah tutup,” kata Rizal.

Untuk diketahui, pabrik gula ini bernama PG Cot Girek dan berhenti beroperasi pada 1985.

Menurut Rizal, apabila pemerintah Aceh besar-benar serius mengarap sektor pertanian dan perikanan bukan tidak mungkin perekonomian Aceh akan maju. Asalkan, lanjutnya, pemerintah mau menyisihkan sedikit dana otsus untuk pertanian mengingat lahan yang tersedia masih sangat luas.

Lebih lanjut, Rizal Ramli menambahkan bahwa pengembangan sektor pertanian dan perikanan juga harus dibarengi dengan pengembangan sektor pariwisata. Sebab, menurut Rizal, sektor pariwisata mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan cepat.

“Kalau hanya mengandalkan sektor primer (pertanian dan perikanan), kesejahteraan masyarakat lambat tapi harus didukung dengan pariwisata. Harus diingat, jangan kembangkan sektor primer saja, tapi harus juga sektor pariwisata,” demikian Rizal Ramli. (mas/mun | serambi Indonesia)