Kelompok 3 Seudati Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Inbound menyelenggarakan kegiatan Modul Nusantara Refleksi: Bedah Film Dokumenter Tentang Sejarah Tsunami Aceh dan Nonton Film Hafalan Shalat Delisa yang berlangsung di Aula Rektorat Unmuha, Sabtu, 9 Maret 2024.

Kegiatan Modul Nusantara pada hari ini mengundang Narasumber Delisa Fitri Ramadani (Penyitas Tsunami Aceh). Adapun tujuan dari dilaksanakannya modul pada hari ini adalah Menggali lebih dalam dampak emosional dan sosial yang dirasakan oleh masyarakat setempat, serta peran penting dokumenter dalam menyuarakan pengalaman yang tak terlupakan.

Kegiatan ini diawali dengan para mahasiswa dipertontonkan film Hafalan Sholat Delisa bersama saksi hidup dari cerita tersebut dan setelah film selesai mahasiswa melaksanakan kegiatan diskusi dengan narasumbernya langsung yaitu Delisa Fitri Ramadani.

Dosen Modul Nusatantar, Mimiasri. SE. MM dalam keterangannya menyampaikan bahwa para mahasiswa yang mengikuti kegiatan Modul Nusantara pada hari ini sangat antusias bersama Delisa mereka sangat senang bahwa yang isi kegiatan ini diisi langsung oleh saksi dari musibah itu

“Mereka ada yang ikut terbawa emosi sedih sehingga menangis dan, kita berharap dengan kegiatan Modul Nusantara yang kita laksanakan pada hari ini akan lebih sigap dengan bencana yang terjadi di Indonesia yang bisa datang kapan saja, dan bisa belajar untuk bersyukur dan biasa menyelesaikan masalah karena setiap masalah ada jalan keluarnya.” kata Mimiasri

Cerita Singkat mengenai film Hafalan Shalat Delisa. Delisa gadis kecil kebanyakan yang periang, tinggal di Lhok Nga desa kecil di pantai Aceh, mempunyai hidup yang indah. Sebagai anak bungsu dari keluarga Abi Usman, Ayahnya bertugas di sebuah kapal tanker perusahaan minyak Internasional.

Delisa sangat dekat dengan ibunya yang dia panggil Ummi, serta ketiga kakaknya yaitu Fatimah, dan si kembar Aisyah dan Zahra. 26 Desember 2004, Delisa bersama Ummi sedang bersiap menuju ujian praktek shalat ketika tiba-tiba terjadi gempa. Gempa yang cukup membuat ibu dan kakak-kakak Delisa ketakutan.

Tiba-tiba tsunami menghantam, menggulung desa kecil mereka, menggulung sekolah mereka, dan menggulung tubuh kecil Delisa serta ratusan ribu lainnya di Aceh serta berbagai pelosok pantai di Asia Tenggara. Delisa berhasil diselamatkan Prajurit Smith, setelah berhari-hari pingsan di cadas bukit.

Sayangnya luka parah membuat kaki kanan Delisa harus diamputasi. Penderitaan Delisa menarik iba banyak orang. Prajurit Smith sempat ingin mengadopsi Delisa bila dia sebatang kara, tapi Abi Usman berhasil menemukan Delisa.

Delisa bahagia berkumpul lagi dengan ayahnya, walaupun sedih mendengar kabar ketiga kakaknya telah pergi ke surga, dan Ummi belum ketahuan ada di mana. Delisa bangkit, di tengah rasa sedih akibat kehilangan, di tengah rasa putus asa yang mendera Abi Usman dan juga orang-orang Aceh lainnya.

Delisa telah menjadi malaikat kecil yang membagikan tawa di setiap kehadirannya. Walaupun terasa berat, Delisa telah mengajarkan bagaimana kesedihan bisa menjadi kekuatan untuk tetap bertahan. Walau air mata rasanya tak ingin berhenti mengalir, tapi Delisa mencoba memahami apa itu ikhlas, mengerjakan sesuatu tanpa mengharap balasan. “Delisa cinta Ummi karena Allah.” (Humas)